Peristiwa ini sebenarnya sudah terjadi beberapa minggu lalu,
tapi entah kenapa baru sekarang aku ingin share disini…
Bertepatan hari Jumat tanggal merah, pagi-pagi aku sudah
bersiap-siap menuju Surabaya.
Semangat banget karena agenda kali ini adalah jalan-jalan plus berburu barang
keperluan dapur pesanan beberapa tetanggaku, and also… kalo ada barang bagus
boleh kan aku
beli untuk sendiri hehehe…
Tempat pertama yang aku kunjungi adalah pusat perlengkapan
dapur yang terkenal lengkap di Surabaya.
Koleksinya memang variatif, termasuk juga koleksi double pan nya yang aku cari.
Kebetulan aku juga member di situ jadi bisa mengambil barang dengan harga murah….
Setelah dapat beberapa item yang aku butuhkan, perburuan aku
lanjutkan ke pusat grosir yang tergolong besar, tak jauh dari kitchenware depstore
tadi. Cukup lama juga berburu barang-barang pesanan, juga barang keperluanku
sendiri, sampai akhirnya tak terasa barang bawaanku jadi buannyyak banget. So
aku putuskan mencari kuli angkut untuk membantuku membawa barang-barang sampai
ke bis.
Ditengah kebingunganku karena “dikeroyok” para kuli angkut
yang rata-rata bertampang “sangar” pandanganku tertuju pada seorang anak yang membawa
payung berdiri di samping escalator. Berusia sekitar 9 tahun, penampilannya rapi,
masih khas anak-anak dia terlihat santun, tidak seperti yang lain agresif
banget. Buru-buru aku dekati dia.
“mau nggak bantu aku bawa ini? Berapa biasanya?”
“mau mbak. Terserah aja…”
Sampai di bis pun dia bersedia untuk mencarikan aku tempat
duduk, sekaligus merapikan barang-barang bawaanku.Ketika aku beri selembar uang
5000, dia terlihat sibuk mencari uang dalam sakunya.
“maaf mbak, saya Cuma punya kembalian 1000…”
“Emang bisanya berapa?”
“3000 sudah cukup…..”
“Ambil aja semua, buat uang saku sekolahmu”
“makasih ya mbak”
Tiba-tiba saja keharuan muncul, betapa lugunya dia. Padahal
tadi beberapa kuli angkut yang aku tanya pada pasang tarif, 5000, 7000, dst.
Tak terasa sampai mbrebes mili, pasti bangga ya ortunya, punya anak yang jujur
dan santun seperti dia.
Lamunanku terhenti ketika sampai di terminal. Belum sempat
mengangkut semua bawaanku tiba-tiba ada seorang kuli angkut –kali ini seorang
dewasa- yang langsung membawa bawaanku semua.
“ayo mbak, sampai bis 7000 saja…”
Aku tidak sempat menawar karena dia langsung membawa
semuanya sambil setengah berlari, Dengan terengah-engah aku menyusulnya. Sampai
di samping bis dengan kasar dia menaruh-lebih tepatnya melempar- bawaanku
begitu saja.
“mana uangnya mbk..”
“mbok ya tolong sampai masuk bis pak, sama aja aku susah
cari duduk di bis…”
“kalo sampai dalam bis nambah 1000”
“gimana sih, tadi sudah ngeroyok kok perhitungan banget!”
“ndak usah banyak omong, tadi sudah aku tolong, daripada
berat?”
Di dalam bis, aku ndak habis pikir, merenungi kejadian yang
barusan aku alami. Alangkah anehnya dunia, dua manusia yang sama-sama memainkan
lakon sebagai kuli angkut, tapi sangat bertolak belakang. Betapa seorang anak
bisa begitu dewasa, sementara ada orang yang tergolong dewasa tapi perilakunya
sangat kekanakan….
Tiba-tiba saja aku teringat ucapan seorang teman saat memberi
ucapan di hari ultahku beberapa waktu
lalu..
“menjadi tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan sikap…”
Dan hari itu aku buktikan ucapannya. Bahwa bertambah tua
bukan jaminan bisa dewasa…